Rabu, 22 Januari 2020

Larangan memberi hormat dengan cara berdiri

Larangan Memberi Hormat Dengan Cara Berdiri

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

مَنْ أَََََََحَبَّ أَنْ يَتَمَثَّلَ النَّاسُ لَهُ قِيَامًا فَلْيَتَبَّوَأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa suka dihormati manusia dengan perhormatan dalam bentuk berdiri, maka hendaklah dia bersiap sedia dengan tempat duduknya di Neraka.” (Hadis Riwayat Ahmad, hadis sahih)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Tidak seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat daripada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam. Tetapi, bila mereka melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam (hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau. Ini adalah kerana mereka mengetahui bahawa beliau membenci perkara tersebut.” (Hadis Riwayat at-Tirmidzi, hadis sahih)

Yang dimaksudkan dengan berdiri di dalam hadis ini adalah berdiri dengan tujuan untuk mengagungkan seseorang. Iaitu dengan cara berdiri di (dari) tempat duduknya dan dia tidak berganjak dari tempat duduk asalnya. Iaitu sekadar berdiri sebagai tanda hormat.

Adapun berdiri dan bergegas (menuju kepada seseorang) dengan sebab untuk menyambut tetamu atau memberi pertolongan kepada orang yang hadir, maka itu tidak termasuk di dalam ancaman daripada hadis di atas.

Hadis di atas menunjukkan bahawa seseorang muslim yang suka dihormati dengan berdiri, ketika dia masuk ke sesuatu majlis, maka dia diancam dengan ancaman Neraka.

Ini adalah kerana para sahabat Rasulullah Radhiallaahu ‘anhu yang sangat mencintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam pun apabila mereka melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam masuk ke dalam sesuatu majlis, mereka tidak berdiri untuk beliau. Kerana mereka mengetahui bahawa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam tidak menyukai perkara tersebut.

Telah menjadi kebiasaan manusia untuk berdiri sebagai tanda penghormatan kepada manusia lainnya yang tertentu. Apatah lagi jika dia adalah seorang syaikh (tuan guru) masuk untuk membentangkan pengajian, atau untuk untuk tujuan tertentu. Juga jika seseorang pemimpin atau pembesar yang datang ke dalam sesuatu majlis, kebanyakan manusia akan bangun sebagai tanda penghormatan dan sebagai dasar memenuhi protokol-protokol tertentu. Sesiapa yang tidak mahu berdiri akan dikatakan sebagai tidak beradab, dan tidak menghormati orang lain dari tok gurunya atau para pemimpinnya.

Sewajarnya, seseorang guru atau pemimpin yang berilmu dan mengamalkan ilmuya perlu memberitahu permasalahan tersebut kepada masyarakat. Supaya dengan pemberitahuan tersebut masyarakat tidak akan melakukan perkara yang dibenci oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam berulang kali. Malah, apabila seseorang pemimpin atau tok guru mendiamkan perkara tersebut, ia adalah seakan-akan mereka juga turut bersetuju dengan cara penghormatan seperti itu ke atas dirinya, sedangkan Nabi membencinya.

Membiasakan berdiri untuk menghormati orang alim atau orang yang masuk ke dalam sesuatu majlis, akan melahirkan di hati keduanya kesenangan untuk dihormati dengan cara berdiri. Malah jika seseorang tidak berdiri, ia akan merasa gelisah. Mereka yang berdiri itu menjadi penolong syaitan apabila mereka menyenangi penghormatan dengan cara berdiri untuk orang yang hadir. Padahal Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,

“Janganlah kamu menjadi penolong syaitan atas saudaramu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari)

Sebahagian dari mereka menyatakan, “kami berdiri kepada tok guru hanyalah sekadar bertujuan menghormati ilmunya.

Kita bertanya kembali kepada mereka, “Adakah kamu meragui keilmuan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam dan adab para sahabat kepada beliau, walau pun demikian, mengapa mereka tetap tidak berdiri untuk Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam?”

Perlu kita fahami bahawa Islam tidak mengajarkan penghormatan dengan cara berdiri. Tetapi Islam mengajar dengan keta’atan dan mematuhi perintah, menyampaikan salam dan saling berjabat tangan.

Adakah makam seseorang tok guru dan pemimpin yang diberi penghormatan dengan berdiri itu lebih tinggi dari kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam?

Sering kita lihat dalam sesuatu sesi pertemuan atau majlis, jika orang kaya yang masuk, semua berdiri menghormati. Tetapi giliran orang miskin yang masuk, tidak seorang pun berdiri menghormatinya. Perlakuan tersebut akan menumbuhkan sifat dengki di hati orang miskin terhadap orang kaya dan para hadirin yang lain. Akhirnya di antara umat Islam wujud perasaan saling membenci yang merupakan sesuatu yang amat dilarang di dalam Islam. Musababnya, berdiri buat menghormati. Padahal orang miskin yang tidak dihormati dengan berdiri itu, boleh jadi di sisi Allah dia lebih mulia dari orang kaya yang dihormati dengan berdiri.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” (Al-Hujurat: 13)

Mungkin ada yang berkata, “Jika kita tidak berdiri untuk orang yang masuk ke dalam majlis, mungkin dalam hatinya terdetik sesuatu prasangka kepada kita yang duduk.”

Kita menjawab, “Kita menjelaskan kepada orang yang datang itu, bahawa kecintaan kita padanya terletak di hati. Dan kita meneladani Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam yang membenci berdiri sebagai tanda penghormatan. Juga meneladani para sahabat yang tidak berdiri untuk beliau. Dan kita tidak mengkehendaki orang yang datang itu masuk Neraka.”

Maka, dengan itu, janganlah kita zahirkan cara penghormatan yang boleh mengakibatkan mereka yang diberi penghormatan itu diancam dengan Neraka sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam,

“Barangsiapa suka dihormati manusia dengan perhormatan dalam bentuk berdiri, maka hendaklah dia bersiap sedia dengan tempat duduknya di Neraka.” (Hadis Riwayat Ahmad, hadis sahih)

Isnin, 13 Januari 2020

Membaca Al Quran Atas Kubur

HUKUM MEMBACA AL-QUR'AN DI KUBURAN

Oleh;
Ustadz Berik Said Bajrey Hafizhahullah

Sering kita dapati kaum muslimin yang sengaja membaca ayat Quran saat memasuki pekuburan atau di samping kuburan. Yang sering dibaca adalah Surat Yasin, Al-Ikhlash dan lain-lain.

Adakah ini dituntun oleh syari’at? Berikut kupasannya

Kuburan Itu Bukan Tempat Peribadatan

Ada beberapa hadits shahih yang di dalamnya memberikan gambaran bahwa kuburan itu bukan tempat peribadatan.

Berikut sebagian haditsnya,

Hadits pertama, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ

“Janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan.

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

Sesungguhnya syaithan berlari dari rumah yang dibacakan padanya surat Al-Baqarah." [HSR. Muslim no. 780 dan lain-lain]

Hadits di atas melarang menjadikan rumah seperti kuburan. Dan bahkan sambungan hadits di atas menggambarkan bahwa rumah yang didalamnya sepi dari membaca Al Quran disamakan seperti kuburan.

Ini tentunya karena kuburan bukan tempat membaca Al Quran.

Andai kuburan itu tempat membaca Al Quran tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan berkata: “Jadikanlah rumahmu seperti kuburan“.

Pemahaman semacam ini sebagaimana dikatakan oleh salah satu tokoh besar madzhab Syafi'i yakni Al Qodhii Al Baidhowi As Syafi'i rahimahullah yang saat menjelaskan makna penggalan pertama hadits di atas, yakni:

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ

“Janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan."

Maka beliau menjelaskan:

أي: لا تجعلوا بيوتكم كالمقابر خالية عن الذكر والطاعة , واجعلوا لها نصيبا من القراءة والصلاة.

“Maksudnya adalah janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan, yang begitu sepi dari dzikir dan ketaatan, bahkan semestinya pada rumah kalian berilah porsi untuk peribadatan dari membaca Al Quran dan shalat." (Tuhfatul Abroor Syarah Mashoobihus Sunnah I:522)

Hadits kedua, bukan hanya sekali saja Nabi memberikan penjelasan yang menunjukkan bahwa kuburan bukan tempat peribadatan dan tidak boleh dijadikan sebagai tempat peribadatan.

Jika hadits di atas dicontohkan dengan pembacaan ayat Quran khususnya surat Al Baqarah, maka sekarang lihat hadits berikut:

Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا

“Jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian dan jangan jadikan rumahmu seperti kuburan." [HSR. Al Bukhari no. 432, Muslim no. 777, Abu Dawud no. 1043 dan lain-lain]

Hadits di atas berisi anjuran agar rumah kita diberi bagian shalat, yakni khususnya shalat sunnah dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut rumah yang didalamnya tak pernah ada orang yang shalat disamakan dengan kuburan.

Lagi-lagi ini menunjukkan bahwa kuburan bukan tempat shalat, bukan tempat peribadatan.

Seandainya kuburan itu tempat shalat atau peribadatan lainnya maka tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengatakan "jadikan rumahmu seperti kuburan yang didalamnya ditegakkan shalat. Tapi nyatanya tidak !

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu.

Maka atas dasar hadits di atas, Imam Bukhari rahimahullah membuat judul dalam Kitab Shahihnya:

بَابُ كَرَاهِيَةِ الصَّلاَةِ فِي المَقَابِرِ

“Bab: Dibencinya seseorang shalat di kuburan."[Shahih Bukhari I:94]

Bahkan seorang pakar haduts paling ternama dari madzhab Syafi'i, yakni Ibnul Hajar rahimahullah saat menjelaskan hadits di atas berkata:

وقد نقل بن المنذر عن أكثر أهل العلم إنهم استدلوا بهذا الحديث على

"Ibnul Munzhir rahimahullah telah menukilkan dari mayoritas ulama bahwa dengan berlandaskan hadits (di atas) ini maka mayoritas ulama menetapkan

أن المقبرة ليست بموضع الصلاة

“Bahwa, kuburan itu bukan merupakan tempat shalat."

وكذا قال البغوي في شرح السنة والخطابي …

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Al Baghawi rahimahullah dalam Syarhus Sunnah dan Al Khathobi rahimahullah….” (Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari I:529)

Lagi-lagi ini menunjukkan pada dasarnya kuburan memang bukan tempat peribadatan semisal shalat, mengaji, berdzikir dan sebagainya.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Khurosyi Al Maliki rahimahullah yang pernah berkata:

أَنَّ الْقِرَاءَةَ لَيْسَتْ أَيْضًا مَشْرُوعَةً بَعْدَ الْمَوْتِ وَلَا عِنْدَ الْقَبْرِ ؛

“Sesungguhnya membaca Al Quran termasuk perkara yang tidak disyari'atkan baik setelah kematian maupun (dibaca) di pekuburan.

لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَمَلِ السَّلَفِ .

Karena hal tersebut bukanlah amalan para salaf."(Syarah Mukhtashur Koalil lil Khurosyi V:464)

Fatwa Ulama 4 Madzhab Tentang Membaca Ayat Al Quran Di Kuburan Atau Membaca Ayat Quran Dengan Berniat Menghadiahkan Bacaan Quran Tersebut Untuk Orang Yang Telah Mati Baik Dirumah Apalagi Di Kuburan

• Pertama, Madzhab Hanafi

Berkata Mulla ‘Ali Al Qori rahimahullah mengatakan:

القراءة عند القبور مكروهة عند أبي حنيفة ومالك وأحمد رحمهم الله في رواية

“Membaca Al Quran di pekuburan itu dibenci menurut Abu Hanifah, Malik dan salah satu pendapat yang datang dari Imam Ahmad rahimahullah

لأنه مُحدَث لم ترد به السنة.

Karena hal itu termasuk perbuatan muhdats/bid'ah, tak memiliki sumber dari sunnah." (Syarah Fiqhul Akbar hal.115)

• Kedua, Madzhab Maliki

Berkata Syaikh Ad Dardiir rahimahullah:

وكره قراءة شيئ من القرآن عند الموت وبعده على القبور

“Dan dibenci membaca ayat Quran apapun, di sisi orang yang telah mati dan setelah (yang dibaca -pent) di pekuburan.

لأنه ليس من عمل السلف

Hal ini dikarenakan (membaca Al Quran di sisi orang yang telah mati atau di pekuburan -pent) bukan amalan para salaf.

وإنما كان من شأنهم الدعاء بالمغفرة والرحمة والإتعاظ

Dan perkara penting (yang seharusnya dilakukan di pekiburan -pent) mendo'akan untuk mereka (mayat) berupa ampunan dan rahmat dan mengambil pelajaran (dengan mengingat kematian dan bukannya membaca Al Quran di sana -pent)." (As Syarhus Shoghir I:180)

• Ketiga, Madzhab Syafi'i

Berkata Imam Nawawi rahimahullah:

وَأَمَّا قِرَاءَة الْقُرْآن فَالْمَشْهُور مِنْ مَذْهَب الشَّافِعِيّ أَنَّهُ لَا يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيِّت

"Adapun bacaan Al Quran (untuk mayat), maka menurut pendapat yang masyhur dari Imam Syafi'i rahimahullah bahwa hal itu tak akan sampai pahalanya kepada mayit."

وَقَالَ بَعْض أَصْحَابه : يَصِل ثَوَابهَا إِلَى الْمَيِّت .

Namun sebagain ulama Syafi'iyyah lainnya mengatakan, sampai pahalanya kepada mayit."(Syarah Shahih Muslim I:87)

Sehubungan cukup kacaunya pendapat di kalangan khusunya Madzhab Syafi’i dalam masalah menghadiahkan bacaan Quran untuk mayit, maka terjadi semacam "kekontradiktifan" dalam menetapkan hukum membaca ayat Quran di kuburan

Karena kalau ditetapkan membaca ayat Quran dengan niat menghadiahkan pahalanya untuk mayit adalah tidak akan sampai, sebagaiamana ini adalah pendapat paling masyhur dari Imam Syafi'i rahimahullah sendiri, maka bagaimanakah lagi jika membacanya di kuburan itu secara umum bukan tempat peribadatan, sebagaimana telah kami paparkan di awal pembahasan.

Semoga satu waktu ana punya waktu luang menelaah ini khususnya dari kalangan ulama Syafi’iyyah rahimahumullah

• Keempat, Madzhab Hambali

قال الإمام أحمد لمن رآه يقرأ على القبر:

Imam Ahmad rahimahullah menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang (hukum pent) orang yang membaca Al Quran di kuburan (maka beliau menjawab):

"يا هذا إن قراءة القرآن على القبر بدعة".

“Hai fulan, sesungguhnya kembaca Al Quran di pekuburan adalah bid'ah." (Lihat : Hukmu Qiroo’ah ‘alal Amwaat, karya al Huwaamidi rahimahullah hal.21)

Catatan Tambahan
Adapun ada banyak hadits yang berisi keutamaan membaca surat tertentu di pekuburan seperti surat Yasin, Al Ikhlas, Thaha dan sebagainya maka seluruhnya adalah lemah, bahkan sampai level palsu.

Semoga ke depan ana punya waktu insya Allah merinci hal itu dalam tulisan tersendiri …

Kesimpulan
Membaca ayat Quran atau surat apapun di pekuburan surat adalah bid'ah.

Adapun yang disunnahkan saat memasuki pekuburan adalah seperti mengucapkan salam untuk penghuni kubur, berdo'a ampunan dan rahmat bagi mereka yang mati dalam keadaan islam dan mengingat akan kematian.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin ..

Via Fb ;
Clarissa Prayoga

Repost Fp Ittiba'Rasulullah

Silahkan dishare
Barakallahu Fiikum

10 doa untuk anak

10 DOA IBUBAPA AGAR ANAK MENJADI SOLEH SOLEHAH 

*1. Doa Nabi Zakaria*

رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةٗ طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ

(Robbiy habliy min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan innaka sami’ud du’a’)

“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa" 
(ali Imran: 38)

*2. Doa Nabi Ibrahim*

رَبِّ ٱجۡعَلۡنِي مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِيۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلۡ دُعَآءِ

(Robbij’alniy muqimash solati wa min dzurriyyati robbana wa taqobbal du’a’)

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan solat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku" 
(Ibrahim : 40)

*3. Doa Agar Anak Beriman Dan Bertakwa*

رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا

(Robbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrota a’yun waj ‘alna lil muttaqiina imama)

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa"
 (al-Furqon : 74)

*4. Doa Agar Anak Menjadi Soleh Dan Solehah*

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ أَوْلَادَنَا أَوْلَادًا صَالِحِيْنَ حَافِظِيْنَ لِلْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ فُقَهَاءَ فِى الدِّيْنِ مُبَارَكًا حَيَاتُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

(Allahummaj ‘al awladana awladan sholihiin haafizhiina lil qur’ani wa sunnati fuqoha fid diin mubarokan hayatuhum fid dun-ya wal akhirah)

“Ya Allah, jadikanlah anak-anak kami anak yang solih solihah, orang-orang yang hafal Al-Qur’an dan Sunnah, orang-orang yang faham dalam agama dibarokahi kehidupan mereka d idunia dan di akhirat”

*5. Doa Agar Anak Berbakti Kepada Orang Tua*

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَوْلَادِي وَلَا تَضُرَّهُمْ وَوَفِّقْهُمْ لِطَاعَتِكَ وَارْزُقْنِي بِرَّهُمْ

(Allahumma barikliy fii awladiy, wa la tadhurruhum, wa waf fiqhum li tho’atik, war zuqniy birrohum)

“Ya Allah berilah barokah untuk hamba pada anak-anak hamba, janganlah Engkau timpakan mara bahaya kepada mereka, berilah mereka taufik untuk taat kepadaMu dan kurniakanlah hamba rezeki berupa bakti mereka”.

*6. Doa Agar Anak Menjadi Pintar*

اَللَّهُمَّ امْلَأْ قُلُوْبَ أَوْلَادِنَا نُوْرًا وَحِكْمَةً وَأَهْلِهِمْ لِقَبُوْلِ نِعْمَةٍ وَاَصْلِحْهُمْ وَاَصْلِحْ بِهِمُ الْأُمَّةَ

(Allaahummam-la’ quluuba aulaadinaa nuuron wa hik-matan wa ahlihim liqobuuli ni’matin wa ashlih-hum wa ashlih bihimul ummah)

“Ya Allah, penuhilah hati anak-anak kami dengan cahaya dan hikmah, dan jadikan mereka hamba-hamba-Mu yang pantas menerima nikmat, dan perbaikilah diri mereka dan perbaiki pula umat ini melalui mereka.”

*7. Doa Agar Anak Memiliki Pemahaman Agama Yang Benar*

اَللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ

(Allahumma faqqih hu fid diini wa ‘allimhut ta’wiila)

“Ya Allah, berikanlah kefahaman baginya dalam urusan agama, dan ajarkanlah dia ta’wil (tafsir ayat-ayat al-Qur’an)" .
(HR.Bukhari)

*8. Doa Agar Anak Sihat, Cerdas Dan Bermanfaat Ilmunya*

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ صَحِيْحًا كَامِلاً وَعَاقِلًا حَاذِقًا وَعَالِمًا عَامِلًا

(Allahummaj’alhu sohiihan kaamilan, wa ‘aqilan haadziqon, wa ‘aaliman ‘amilan)

“Ya Allah, jadikanlah ia anak yang sihat sempurna, berakal cerdas, dan berilmu lagi beramal"

*9. Doa Agar Anak Diberikan Perlindungan Oleh Allah Swt*

أُعِيْذُهُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

(U’iidzu hu bikalimaatillahit taammati min kulli syaithoniw wahaammatiw wamin kulli ‘ainil laammah)

“Aku memohon perlindungan baginya (sebut nama anak) dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan syaitan dan binatang pengganggu serta dari pandangan mata buruk". 
(HR. Abu Daud 3371, dan diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Tirmidzi)
*Doa ini adalah doa yang pernah Rosulullah gunakan untuk mendoakan cucunya Hasan dan Husein

*10. Doa Agar Anak Mendapat Keberkatan*

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا فِي أَئِمَّتِنَا وَجَمَاعَتِنَا وَأَهْلِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَفِيمَا رَزَقْتَنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيهِمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

(Allahumma ashlih lana fi aimmatina wa jamaa’atina wa ahlina wadzurriyyatina wa amwaalina wafiimaa razaqtana wa baariklana fiihim fid dunya wal aakhiroh)

“Ya Allah perbaikilah untuk kami di dalam imam-imam kami, jemaah kami, keluarga kami, isteri-isteri kami, anak-anak keturunan kami, harta-harta kami dan di dalam apa-apa (rezeki) yang Engkau berikan kepada kami dan berilah kami keberkatan dalam urusan mereka di dunia dan akhirat. 

Semoga kita semuanya dikurniakan oleh ALLAH SWT keturunan yang soleh solehah yang membahagiakan kedua orang tua baik di saat hidup mahupun sesudah mati.

Khamis, 9 Januari 2020

Daurah Tafsir Al Quran 50 hari Percuma

بِسْمِ اللَّهِ

Iklan Daurah 2020

Allah Taala berfirman:

‎وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ 

“Dan demi sesungguhnya! Kami telah mudahkan Al-Quran untuk peringatan dan pengajaran, maka adakah sesiapa yang mahu mengambil peringatan dan pelajaran (daripadanya)?”. 
Al Qamar ayat 32.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

"Sebaik-baik kalian atau seutama-utama kalian adalah yang belajar al Qur'an dan mengajarkannya." 
Sahih. Tarmizi 2833 

Marilah kita cuba mengetahui seluruh kandungan Al Quran lengkap 30 juz walaupun kita tidak tahu membaca secara bertajwid sekalipun kerana inilah tanggungjawab kita sebagai hambaNya untuk memahami tujuan kita manusia makhluk terbaik diwujudkan olehNya ke manakah pengakhiran kita nanti (samada di syurga atau neraka). 

Pengajian daurah ini akan disampaikan sepenuhnya oleh Maulana Abdul Hadi Yaakub dalam  bahasa Melayu standard.  Beliau telah lama mempunyai sanad pengajian setelah menghadiri beberapa siri Daurah Tafsir Al Qur’an di Rahim Yar Khan, Pakistan. Guru beliau adalah Mufti Muhammad bin Abdul Ghani Al Jajrawi, seorang Mudir dan juga Syeikhul Hadith di Jamiah Islamiyyah Badrul Uloom Hammadiyah, Rahim Yar Khan, Pakistan. Tafsiran Al Quran adalah berdasarkan kepada lebih daripada 50 kitab2 tafsir muktabar seperti Jalalain, Ibnu Kathir dll yang telah disusun oleh Maulana Husin Ali Alwani. Tiada kitab tafsir khusus cuma setiap peserta mesti ada mana2 kitab Al Quran terjemahan (kelulusan JAKIM) seperti pimpinan Ar Rahman (keluaran Jabatan Perdana Menteri) dan seumpamanya sebagai bahan kuliah. Usul tafsir, istilah2 tafsir dan faedah tafsir akan diajar secara ringkas melalui nota2 kuliah di peringkat awal daurah.

Jadual pengajian adalah seperti berikut:

*BULAN SYA'BAN:*
Pagi: 10.00 ~ 12.30 tengahari.
Zohor-Asar: Rehat.
Petang: Selepas solat asar ~ 6.30 petang.
Malam: Maghrib ~ Isya'.

*BULAN RAMADHAN:*
Pagi: 9.00 ~ 12.30 tghari 
Zohor-Asar: Rehat
Petang: Selepas solat asar~ 6.30 petang
Malam: Tiada kelas.
*jadual tertakluk kepada perubahan.

Sehingga kini (2019) 11 kali daurah tafsir/terjemah Al Quran telah diadakan sejak tahun 2008 (termasuk sekali di Makkah pada tahun 2011). Sejumlah 965 sanad (yang memenuhi syarat) telah dikeluarkan kepada sekurang-kurangnya 2500 peserta yang telah berdaftar. 
Peserta2 adalah datang dari pelbagai latarbelakang pendidikan (agama atau akademik), profesion, peringkat umur, tempat dan fahaman. Malah ada yang bukan Islam tetapi memeluk Islam setelah beberapa hari mengikuti kuliah. Mereka semua datang dari berbagai negara seperti vietnam, Kemboja, Thailand, Singapura, Indonesia, Filipina, Sabah, Sarawak dan semenanjung Malaysia dengan satu tujuan iaitu untuk memahami kitab Allah daripada guru yang bersanad. 

Makan minum adalah di bawah tanggungan masing2 kecuali peserta yang tinggal di asrama pondok (giliran memasak mengikut kumpulan). Setiap tahun prasarana dipertingkatkan untuk menampung dan memberi keselesaan kepada peserta yang semakin bertambah terutama pihak muslimah, warga emas dan orang kelainan upaya.

Sehingga kini pihak pondok hanya dapat menyediakan tempat penginapan kepada muslimin samada di asrama pelajar pondok atau di masjid. Kelengkapan penginapan seperti bantal, sleeping bag, selimut & mosquito net adalah perlu dibawa sendiri.
Manakala yang berkeluarga dan muslimah perlulah mencari homestay/rumah sewa berdekatan. Pihak pondok boleh membantu dalam hal ini tetapi perlulah dimaklumkan lebih awal.

Pendaftaran boleh dilakukan mulai sekarang secara online melalui https://darululoom.my/daftar atau whatsapp  +60 13 989 9062 (Ustaz Ahmad Nordin)

Lokasi pondok Darul Uloom, Laklok, Jerteh, Terengganu berada di sempadan negeri Kelantan dan Terengganu. Peserta boleh datang dengan kenderaan sendiri atau pengangkutan awam seperti:
 1. Kapal terbang: Lapangan Terbang Sultan Ismail Petra Kota Bharu adalah lebih dekat dan terletak lebih kurang 66km dari pondok
 2. Bas: stesen bas bandar Jerteh adalah stesen yang terdekat terletak lebih kurang 6.4km dari pondok
Urusan pengambilan peserta dari lapangan terbang tersebut atau stesen bas bandar Jerteh boleh diuruskan oleh pihak pondok jika dimaklumkan lebih awal.

LATARBELAKANG AL FADHIL MAULANA HJ ABDUL HADI BIN HJ YA’AKUB, MUDIR PONDOK DARUL ULOOM, LAKLOK, JERTIH, TERENGGANU DAN PENGAJIAN TAFSIR YANG DIJALANKAN.

Al Fadhil Maulana Hj Abdul Hadi bin Hj Ya'akub beliau berasal dari Pasir Puteh, Kelantan. Dilahirkan di Kg Lembah, Cherang Ruku, Semerak, Pasir Puteh, Kelantan pada tahun 1965. Beliau boleh diumpamakan sebagai permata di dasar laut yang walaupun alim (berilmu) tetapi tidak dikenali ramai. Beliau sendiri tidak menonjolkan dirinya sebagai seorang yang alim dan menolak tawaran dan jawatan duniawi. 

Beliau menginfaqkan dirinya untuk menyebarkan kalamullah kepada seluruh ummat. Menyeru kepada mentauhidkan Allah berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah, menolak syirik dan bid’ah.

Semenjak Al Fadhil Maulana Hj Abdul Hadi memulakan pengajian agama menengah beliau di Maahad Muhammadi, Kota Bharu, Kelantan lagi beliau telah menunjukkan kesungguhan mendalami ilmu agama sehingga ke peringkat yang tertinggi. Selepas tamat tingkatan lima di Maahad Muhammadi beliau telah bermusafir untuk meneruskan pengajian di Karachi, Pakistan dalam bidang tahfiz Al Qur’an di Jamiah Darul Uloom Karachi. Kemudian beliau meneruskan pengajian Uloom Syariah di Jamiatul Uloom Islamiyyah Allamah Yusof Binnori hingga tamat Dauratul Hadith. Di sini beliau pernah dinobatkan sebagai pelajar kedua terbaik syahadah aliah (wifaqul madaaris) bagi keseluruhan pengajian madrasah di Pakistan.

Kemudian beliau mendalami lagi ilmu hadis dengan Syeikh Allamah AbdurRashid Nu’mani (pengarang muqaddimah Ibnu Maajah) satu2nya muhaddis yang masih hidup masa itu. Pengajian talaqi mingguan selama 2 tahun. Beliau juga mendalami kitab2 ulamak tersohor bumi Hind, Imam Syah Waliyullah Ad Dehlawi atau nama sebenarnya Imam Al-Kabir Sheikh Ahmad Abdur Rahim Ibn As-Shahid Wajihuddin Ibn Mu'azzam Ibn Mansur Ibn Mahmud Dahlawi, di Syah Waliyullah Academy di Hyderabad, Sindh, Pakistan. Antara kitab utama & terakhir Syah Waliyullah adalah Kitab Hujjatullah al Balighah. Beliau memperolehi sanad kitab Hujjatullah al Baalighah dan lain-lain kitab Syah Waliyullah Ad Dehlawi melalui gurunya, Maulana Ghulam Mustoffa Al Qosimi As Sindhi, Pengarah Syah Waliyullah Academy pada ketika itu.

Beliau bertalaqi dengan lebih tujuh(7) orang guru Al Quran dan memiliki lima(5) Sanad Tafsir Al Quran yang berbeza. Salah satu antaranya adalah Tafsir Al Quran kaedah Maulana Husain Ali Al Wani yang berdasarkan lebih 50 kitab tafsir muktabar. Sanad ini beliau perolehi setelah menghadiri beberapa siri Daurah Tafsir Al Qur’an di Rahim Yar Khan, Pakistan. Guru beliau adalah Mufti Muhammad bin Abdul Ghani Al Jajrawi, seorang Mudir dan juga Syeikhul Hadith di Jamiah Islamiyyah Badrul Uloom Hammadiyah, Rahim Yar Khan, Pakistan. Mufti Muhammad adalah salasilah guru yang ketiga(3) selepas Husain Ali Al Wani. 

Kaedah pengajian di Badrul Uloom inilah yang membuka minda beliau tentang kepentingan pengajian daurah tafsir kepada bukan sahaja pelajar agama malah kepada orang awam  demi mengenali Allah Taala melalui Kitab Al Quran. Maka beliau berusaha mengadaptasikannya di Malaysia melalui Pengajian Daurah Tafsir di Pondok Darul Uloom, Laklok.
 
Setelah kembali dari Pakistan, sepanjang Ramadhan mulai tahun 1998 sehingga tahun 2003, Maulana Hj Abdul Hadi bersungguh2 secara khusus mempelajari Feqah Mazhab Asy Syafie, terutama Kitab Tahrir karangan Al Imam Zakaria Ansori berguru dengan  Baba@Tuan Guru Hj Zakaria atau lebih dikenali dengan panggilan Pokcik Ya di Pondok Posan, Pattani, Thailand yang juga merupakan bekas salah seorang Ahli Majlis Fatwa Pattani. Ini untuk memantapkan lagi ilmu feqah beliau dalam mazhab yang beliau anuti di samping mazhab Hanafi yang beliau telah pelajari di Pakistan.

Al Fadhil Maulana Hj Abdul Hadi pernah berkhidmat mengajar selama kira-kira 4 tahun di Madrasah Markaz Yala, Selatan Thailand sebelum membuka madrasah@pondok sendiri di Jerteh, Terengganu. 

Bermula di Surau Kg Tok Kundur, Bukit Kenak pada tahun 1999, beliau kemudian berpindah dan membuka Pondok Darul Uloom di Kg Laklok, Jerteh pada tahun 2001. Bermula dengan pelajar-pelajar tahfiz Al Qur’an, beliau telah berjaya melahirkan asatizah yang memahami dan menguasai ilmu tauhid berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah serta berjaya membimbing pelajar-pelajar biasa menjadi murrabi ummah. Beliau juga sangat aktif dalam aktiviti dakwah Jemaah Tabligh sebagaimana arwah ayahanda beliau lakukan sejak kecil lagi.
 
Pendorong utama kepada kejayaan pengajian dan pengajaran beliau adalah arwah ayahanda beliau sendiri dan Maulana Nik Mohamad Paya Purnama, Kota Bharu yang beliau anggap seperti abangnya sendiri.

KHATMUL QALBI: PISAU VS BATU PENGASAH

 بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ KHATMUL QALBI: PISAU VS BATU PENGASAH Kali ini mari kita bersama tadabbur ayat berikut: Surah Al-Ba...